Catatan Rizal Effendi
SULTAN Kutai Kartanegara Ing Martadipura XXI Sultan Adji Mohammad Arifin merayakan ulang tahun ke-73, Jumat (9/2) kemarin. Acara yang diberi nama “Kaseh Selamat Sultan Kutai XXI” itu, berlangsung di Kedaton Kesultanan Kutai, yang satu kompleks dengan Museum Mulawarman, Tenggarong.
Museum Mulawarman dulunya Istana Sultan. Dibangun pada tahun 1936 dan diresmikan sebagai Museum Kutai oleh Gubernur A Wahab Sjahranie pada tanggal 25 November 1971. Lima tahun kemudian pengelolaannya diserahkan ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan nama baru Museum Negeri Provinsi Kalimantan Timur “Mulawarman.”
Mulawarman atau lengkapnya Sri Mulavarman Nala Dewa adalah raja Kutai Martapura, Kerajaan Hindu pertama dan tertua di Indonesia, yang memerintah pada abad ke-4 Masehi di wilayah yang saat ini bernama Kutai Kartanegara (Kukar). Nama Mulawarman tercantum di prasasti Yupa.
Syukur saya bisa hadir di acara yang sakral itu. Saya datang bersama H Syahbudin Noor A, bubuhan Kutai yang akrab dengan Sultan. Kebetulan Syahbudin jadi Caleg Nasdem untuk DPRD Kaltim dapil Kukar dengan nomor urut 7. Sama dengan nomor urut saya di Caleg DPR RI dengan partai yang sama. Ada juga Dr Meiliana, mantan Plt Sekprov Kaltim, Hj Encik Widyani dan Awang Dharma Bakti (ADB).
Para pejabat Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar) sebagian hadir. Terutama Bupati Edi Damansyah, Ketua DPRD Abdul Rasid dan anggota Forkopimda lainnya. Sekda Bontang Aji Erlynawati yang juga kerabat Kutai datang. Tak kalah Istimewanya dengan kehadiran Pj Gubernur Kaltim Dr Akmal Malik serta mantan Danrem 091/ASN Brigjen TNI Dendi Suryadi, yang sekarang menjadi staf khusus Kasad.
Tanah kelahiran Sultan Adji Mohammad Arifin tidak di “wadah etam.” Ia dilahirkan di kota Wassenaar, Provinsi Zuid-Holanda, Belanda, 9 Februari 1951 ketika orang tuanya Aji Muhammad Salehuddin dan Ratu Permaisuri Aji Ratu Aida berada di sana. Usianya sekarang memasuki 73 tahun.
“Alhamdulillah Yang Mulia sangat sehat dan kita doakan terus sehat. Dalam usianya sekarang masih aktif main bulu tangkis,” kata Bupati Edi Damansyah.
Sultan Adji Mohammad Arifin menjadi Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura ke-21, yang dinobatkan pada 15 Desember 2018 menyusul mangkatnya sang ayah, Sultan Adji Muhammad Salehuddin II.
Saya cukup kenal dengan Sultan. Pernah kuliah sekampus di Universitas Mulawarman. “Bila kita reunian,” kata Sultan ketika saya salami. Ketika berfoto bersama, saya “dialakan” songkok khas Kutai yang ada di ruang kerja Sultan.
Prosesi Kaseh Selamat Sultan XXI ditandai dengan pembacaan doa dan pemotongan tumpeng. Sultan sempat disuapi permaisuri, Hj Sulastri AZ, yang bergelar Adji Raden Puspa Kencana.
Acara HUT Sultan juga dirangkai dengan peresmian Gedung Kesenian Cahaya Kedaton dan penetapan wilayah budaya Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, yang ditandai penandatanganan prasasti oleh Sultan bersama Bupati Kutai Edi Damansyah.
Wajah Sultan tampak semringah karena gedung kesenian itu sangat penting untuk menjaga, mengembangkan dan menampilkan seni budaya keraton yang bernilai tinggi. Apalagi sudah ditetapkan sebagai wilayah budaya. “Terima kasih Pak Bupati atas perhatian dan dukungannya,” ujarnya.
Undangan di acara Kaseh Selamat Sultan disuguhi Tarian Topeng, yang dibawakan seorang penari wanita dengan gerakan nan amat halus. Di depannya ada dupa yang mengharumkan ruangan sekaligus menambah kesan magis dari tarian tersebut. Ada yang bilang si penari membawakannya dalam kondisi kesurupan.
Kesultanan Kutai terkenal dengan Tari Topeng Kemindu, yang dipentaskan saat acara besar seperti penobatan Sultan, Kaseh Selamat Sultan, perkawinan adat dan upacara Erau. Pada tahun 2020, Tari Topeng Kemindu bersama Datun Ngentau dari Kaltim ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Tariannya mirip tarian topeng Jawa. Tapi sangat unik dan khas,” kata General Manager Hotel Novotel Balikpapan, Sigit Budiarso, yang juga hadir. Sigit baru saja bertugas di Kaltim dan dia kaget melihat seni budaya Kaltim khususnya Kutai yang sangat menarik dan bisa menjadi daya pikat wisatawan luar yang datang.
Saya mengusulkan kepada Sigit sekali-kali ditampilkan di Novotel sekalian dengan menu kulinernya. Kutai terkenal dengan nasi bekepornya, sambal raja, sayur asam kutai dan Gence Ruan, yang berbahan baku ikan gabus alias ikan haruan.
Ketika tiba di Tenggarong, saya dan Syahbudin sempat sarapan “jaja” Kutai di kawasan Jl Imam Bonjol. Ada pundut nasi dan nasi kebule. Saya lihat ada anak-anak membeli ilat sapi dan untuk-untuk.
IKUT MENJAGA IKN
Meski agak terlambat datang, Pj Gubernur Akmal Malik cukup lama bersilaturahmi dengan Sultan Adji Mohammad Arifin. Dia dijamu makan oleh Sultan. Saya lihat di meja makan ada udang goreng. Itu udang galah dari Sungai Mahakam, yang terkenal lezatnya.
Sayang udang galah itu tak banyak lagi karena kondisi Mahakam yang sudah tercemar. Di waktu kecil saya ingat ada fenomena air bangai di Sungai Mahakam yang memiliki panjang 980 km. Ikan dan udang galah mabuk dan bermunculan di tepi sungai. Saya dan teman-teman asyik menangguknya.
Akmal Malik menyampaikan hormat dan kebahagiaannya atas usia Sultan yang penuh berkah.
“Atas nama Pemerintah bersama seluruh rakyat Kaltim ikut berbahagia dan berdoa untuk kebaikan Sultan Kutai Kartanegara,” ucapnya.
Keluarga Sultan rata-rata berumur panjang. Ayah Sultan, raja sebelumnya, Sultan Aji Muhammad Salehuddin II berusia 94 tahun. Saya bertemu keluarga Sultan waktu tinggal di Jalan Banjar Samarinda, Aji Dino sekarang sudah berusia 76 tahun. Masih segar dan cantik. “Cucuku sudah 20-an lebih,” katanya bercerita.
Berkaitan dengan kehadiran Ibu Kota Nusantara (IKN) yang sebagian berada di wilayah Kukar, Pj Gubernur juga meminta dukungan dari Sultan Kutai.
“Alhamdulillah saya tadi sudah mendapat atensi dan harapan dari Sultan untuk terus menjaga IKN,” katanya kepada wartawan.
Dirjen Otonomi Daerah ini juga menegaskan bahwa Pemprov Kaltim sangat berkomitmen dalam menjaga serta ikut melestarikan budaya daerah terutama Kesultanan Kutai dan kesultanan lainnya di Kaltim sebagai karakteristik, kultur dan adat serta kearifan masyarakat lokal. Sekaligus sebagai potensi yang bisa dikembangkan sebagai industri pariwisata.
Meski baru beberapa bulan bertugas di Kaltim, Akmal memperlihatkan perhatiannya yang serius terhadap pengembangan industri kepariwisataan sebagai alternatif yang sangat potensial agar Kaltim tidak terus menerus bergantung dengan pemanfaatan sumber daya alam yang pada waktunya akan habis seperti kayu, migas dan batu bara.
Sebelum “mulang” dari Tenggarong, tadinya saya ingin makan durian melak, yang terkenal cita rasanya. Ternyata sudah “mandi ada.” Yang banyak dijual di Tenggarong buah lai, mirip durian tapi berwarna kuning atau oranye. Itu buah eksotis dari Kalimantan atau Kutai. Makanya nama latinnya adalah Durio kutejensis. Durian dari Kutai. Mat ultah Yang Mulia Sultan Adji Mohammad Arifin.(*)