NPC, –
Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden 02 Prabowo-Gibran, dalam Pemilu 2024 yang dilaksanakan serentak se-Indonesia pada Rabu (14/02/24), unggul dari paslon 01 Anis-Muhaimin dan Paslon 03 Ganjar-Mahfud, berdasarkan quick count (perhitungan cepat) beberapa lembaga survei. Hal ini memunculkan kembali prediksi pengamat luar negeri akan masa depan Indonesia di bawah kepemimpinan mantan capres 4 kali itu. Para pengamat luar negeri menilai, kepemimpinan Prabowo akan menjadikan Indonesia negara otoriter tertutup.
Pengamat kajian politik dan keamanan internasional dari Universitas Murdoch, Ian Wilson, sebelumnya sempat memprediksi masa depan Indonesia jika Prabowo Subianto menang di pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Pendapat Wilson itu dituliskan dalam opini bertajuk “An election to end all election?” yang dirilis di situs Fulcrum pada Selasa (30/1). Situs ini terafiliasi dengan lembaga think tank ISEAS, Yusof Ishak Institute.
“Di masa kepresidenan Prabowo, mungkin terdapat perluasan pendekatan pemerintahan ‘tanpa oposisi’, yang dibingkai oleh kiasan nasionalis demi menjaga persatuan,” kata dia.
Koalisi Indonesia Maju mengusung Prabowo-Gibran menjadi pasangan calon capres-cawapres di pilpres kali ini, diusung koalisi partai yakni Gerindra, Golkar, Demokrat, PSI, PAN, PBB dan Partai Gelora.
Banyaknya partai pengusung koalisi, yang sebagian terbilang partai besar, semakin mengerucutkan pendekatan pemerintahan yang ‘tanpa oposisi’ itu. Terlebih lagi, Prabowo pernah mengatakan ingin melibatkan ‘semua pihak’ mana pun dalam pemerintahan di masa depan.
Pemerintahan tanpa oposisi sudah pernah terjadi di era Jokowi. Petahana itu mengangkat Prabowo, yang sebelumnya menjadi lawan di Pilpres 2019, menjadi menteri pertahanan. Langkah itu lanjut Wilson, untuk menghilangkan oposisi di parlemen dan membatasi munculnya basis kekuatan yang saling bersaing.
Kondisi tersebut memang tidak ditunjukkan secara terang-terangan, tetapi melalui koalisi dan negosiasi antara para elite.
Wilson menilai, dalam skenario semacam itu proses inti demokrasi seperti pemilu bisa dipertahankan, namun dalam skala yang lebih kecil.
“Hanya saja, potensi untuk menghasilkan perubahan substantif sebagian besar hilang,” ungkap dia.
Lebih lanjut, ia juga memprediksi potensi hilangnya pemilihan langsung. Terlebih lagi, Pemilu dengan sistem proporsional tertutup sempat menjadi perbincangan publik pada Mei 2023.
Ketika itu, Mahkamah Konstitusi (MK) disebut-sebut akan mengembalikan penerapan sistem proporsional tertutup dalam pemilu, terutama untuk pemilihan kepala daerah.
Namun, wacana ini ditolak banyak pihak termasuk delapan fraksi partai politik di DPR. Hanya PDIP yang tak ikut serta menolak sistem proporsional tertutup.
Sistem proporsional tertutup adalah sistem pemilihan yang memungkinkan rakyat memilih partai. Namun, warga tak bisa memilih wakil rakyat secara langsung.
Lebih lanjut, ia juga memprediksi potensi hilangnya pemilihan langsung. Terlebih lagi, Pemilu dengan sistem proporsional tertutup sempat menjadi perbincangan publik pada Mei 2023.
Ketika itu, Mahkamah Konstitusi (MK) disebut-sebut akan mengembalikan penerapan sistem proporsional tertutup dalam pemilu, terutama pemilihan kepala daerah.
Namun, wacana ini ditolak banyak pihak termasuk delapan fraksi partai politik di DPR. Hanya PDIP yang tak ikut serta menolak sistem proporsional tertutup.
Sistem proporsional tertutup adalah sistem pemilihan yang memungkinkan rakyat memilih partai. Namun, warga tak bisa memilih wakil rakyat secara langsung.
Menurut Wilson, partai pimpinan Prabowo, Gerindra, menolak arah reformasi yang bersifat liberal demokratis. Gerindra, kata dia, menghendaki pengembalian sistem berdasarkan UUD 1945 versi asli.
Menurut jurnal di situs cambridge.org, UUD 1945 yang asli dibentuk hanya oleh segelintir elite dalam lembaga yang didirikan kekuasaan pendudukan Jepang pada 1945.
“Ini (pengembalian UUD 1945 yang asli-red), sama saja dengan pembatalan amandemen konstitusi (1999-2002) yang mendukung pemilu demokratis, perlindungan hak asasi manusia dan batasan masa jabatan presiden (dua periode @ lima tahun),” papar Wilson.
“Jika Prabowo dapat mempertahankan popularitasnya seperti yang dilakukan Jokowi, ia mungkin akan merasa berani untuk menunjukkan kekuatan otoriternya dan sekali lagi mendorong pembatalan amandemen konstitusi pasca tahun 1999 sehingga diakhirinya pemilihan langsung,” pungkas Wilson. (iz/cnnindonesia.com)
Editor : Luk