Ikang Fawzi, Marissa Haque dan kedua putrinya.
Catatan Rizal Effendi – BANYAK yang kaget mendengar kabar Marissa Haque meninggal dunia. Sang suami, Ikang Fawzi menangis tersedu-sedu didekap Anies Baswedan. Sang istri yang begitu sehat, pagi dinihari dia temukan sudah tak bernyawa lagi di tempat tidur. Padahal malamnya dia masih sempat mengunggah video di story instagramnya.
Dalam istilah kedokteran, orang yang meninggal dunia pada saat tidur disebut kematian nokturnal. Penyebabnya beberapa kondisi. Di antaranya disebut Sudden Adult Death Syndrome (SADS) atau Sudden Cardiac Death (SCD) yaitu meninggal mendadak saat tidur akibat henti jantung. Bisa juga berkaitan dengan paru-paru dan otak. Hal seperti ini bisa juga dialami penderita diabetes.
Tapi Marissa meninggal karena apa? Tak ada pemeriksaan lebih lanjut, meski sempat dibawa ke rumah sakit. Keluarga sudah ikhlas, jadi tak dilaksanakan visum.
“Ya karena ajal saja, sudah takdirnya” kata sang adik Soraya Haque memberikan keterangan.
Ada hadits dalam Islam yang menggolongkan seseorang yang mati di atas tempat tidur sebagai syuhada. Sepanjang dia memohon mati syahid kepada Allah SWT dengan jujur dari dalam lubuk hatinya.
Marissa (61) dan Ikang Fawzi (64) dikenal sebagai pasangan artis yang rukun dan langgeng. Jauh dari prahara dan skandal. Marissa alias Icha pada tahun 80-an dikenal sebagai bintang film layar lebar, sedang Ikang dikenal sebagai salah satu penyanyi rocker terbaik di Indonesia.
Anak-anak generasi milenial dan genzi (Generasi Z) memang tidak sempat melihat Marissa berakting. Tapi saya dan yang sama-sama kepala enam sempat menonton beberapa film Marissa dan Ikang bernyanyi. Malah mereka disatukan gara-gara bermain dalam film “Tinggal Landas Buat Kekasih” di tahun 1984.
Dalam film garapan almarhum Sophan Sophiaan itu mereka berperan sebagai sepasang kekasih. Ternyata ini berlanjut sampai mereka memutuskan menikah, 3 Juli 1986. Mereka dikaruniai dua putri, yaitu Isabella Muliawati Fawzi dan Marsha Chikita Fawzi, yang sekarang sudah tumbuh dewasa.
Dalam perjalanan kariernya, Marissa tidak saja dikenal sebagai aktris, tetapi dia juga tumbuh sebagai politisi. Tahun 2004 dia menjadi anggota DPR RI dari PDI Perjuangan. Ketika dia mencalonkan diri menjadi cawagub Banten mendampingi Zulkieflimansyah dari PKS, dia didepak dari PDIP.
Belakangan dia bergabung dengan PPP. Beberapa tahun kemudian dia pindah lagi ke Partai Amanat Nasional (PAN). Marissa menolak ketika ada yang memberi label dia sebagai “kutu loncat” karena kerap berpindah partai.
Dari gelanggang politik Marissa juga merintis karier sebagai akademikus. Modal pendidikannya memang tidak main-main. Gelarnya cukup banyak. Kalau mau ditulis lengkap dengan namanya, seperti ini: Prof. Dr. Marissa Grace Haque, SH, M.Hum, MBA, MH, M.Si.
Gelar itu dia peroleh di berbagai universitas terkenal. S1 Hukum Perdata di Universitas Trisakti, S2 Linguistik Terapan Bahasa Inggris di Universitas Katolik Atmajaya, S2 Hukum Bisnis di Universitas Gadjah Mada, S2 Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam Konsentrasi Keuangan Syariah di Universitas Indonesia, dan S3 Pengelolaan (Manajemen) Lingkungan di Institut Pertanian Bogor.
Marissa mengajar di Banking School Jakarta dan sering menjadi pembicara di berbagai forum seminar. Dia juga dikenal sangat agamis. Ucapan dan narasi yang disampaikannya sering diselingi dengan kutipan ayat Alquran atau hadits Nabi.
TINGGAL DI PARIKESIT
Yang menarik, Marissa ternyata punya pertalian dengan Balikpapan. Dia dilahirkan di Kota Minyak ini pada 15 Oktober 1962. Berarti dia meninggal dunia 13 hari menjelang miladnya ke-62.
Penelusuran wartawan penulis sejarah Kota Balikpapan Asran terungkap kalau Marissa dilahirkan di RS Permina, yang sekarang dikenal sebagai RS Pertamina Balikpapan (RSPB) di Jln Jenderal Sudirman, No 1, Prapatan, Balikpapan Kota.
Ayahnya, Allen Haque bekerja di Perusahaan Minyak Nasional (Permina), yang belakangan berganti nama Pertamina. Dia berdarah Pakistan campuran Belanda dan Prancis. Sang kakek orang Pakistan, dan neneknya campuran Belanda-Prancis. Sedang ibu Marissa, Mieke Soeharijah binti Cakra Ningrat asli Madura, Sumenep.
Mereka sempat tinggal di kompleks perumahan Pertamina, Parikesit depan Bioskop Ria. Setelah mendapat promosi kenaikan jabatan, rumahnya pindah ke Bukit Cinta Panorama. Posisinya di atas perumahan Parikesit. Dulu saya sering bermain di sana ketika Stadion Persiba masih pinjam di lokasi tersebut.
Perumahan Pertamina Parikesit dan Panorama sekarang sudah habis dibongkar menyusul dilaksanakannya proyek perluasan kilang minyak Pertamina (RDMP), yang masih berlangsung sampai saat ini.
Keluarga Marissa tidak lama tinggal di Balikpapan. Ayahnya dipindahtugaskan ke Plaju, Palembang. Lalu selanjutnya mereka pindah lagi ke Jakarta, sampai Marissa menikah dan beranak pinak serta merintis karier di Ibu Kota.
Selamat jalan Marissa. Ikang menyampaikan doa untuk istri tercinta.
“Istri saya yang tercinta, ya Allah… telah pergi. Ya Allah semoga amalnya Engkau terima. Diampuni segala dosa-dosanya, semoga dilancarkan dalam perjalanannya, ya Allah, Terima kasih banyak, makasih,” ucapnya dengan berlinang air mata.(*)
Generasi sekarang mungkin tak begitu akrab dengan Marissa. Maklum dia tokoh multitalenta di tahun 80-an. Tapi kariernya luar biasa. Ya artis, ya politisi, tokoh lingkungan dan bahkan terakhir ini dikenal sebagai tokoh akademisi.