Aksi Aliansi Mahasiswa Penyelamat Demokrasi di depan Kantor Bawaslu Balikpapan.
Catatan Rizal Effendi – SEHARI sebelum pencoblosan, berlangsung aksi tolak uang atau money politik. Sejumlah mahasiswa dan pemuda yang menamakan kelompoknya Aliansi Mahasiswa Penyelamat Demokrasi (AMPD) bergerak ke Kantor Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) Balikpapan di Jl MT Haryono, Selasa (26/11).
Mereka meneriakkan yel-yel anti sogokan uang atau money politik dalam Pilkada Serentak Kaltim 2024 khususnya Pilwali Balikpapan.
Sejumlah poster mereka usung. Di antaranya bertuliskan:
“Pemilu Damai Tanpa Money Politics. Jangan Tukar Masa Depanmu dengan Uang 200. Tolak & Lawan Politik Uang.”
Korlaps Aksi Tolak Money Politik Bung Anes mengatakan, dia dan rekan-rekannya melakukan aksi ke Bawaslu untuk mengingatkan Bawaslu, Paslon dan Masyarakat agar menjunjung tinggi semangat Pilkada yang jujur dan sehat.
Mereka minta agar Bawaslu benar-benar menjalankan tugasnya untuk mengawasi dan menindak mereka yang melakukan kecurangan di antaranya dengan melakukan serangan fajar. Juga mengingatkan Paslon karena politik uang adalah perbuatan curang dan ada sanksi hukumnya. Masyarakat juga jangan mau mempertaruhkan kota dan daerahnya dengan dibayar Rp200 ribu atau dengan nilai uang tertentu.
Menurut Bung Anes, mereka terpaksa turun ke jalan dan melakukan aksi ke Bawaslu di hari tenang karena didorong keresahan yang terjadi di masyarakat.
“Karena sudah banyak terjadi money politik di RT-RT sekarang ini,” katanya.
Ia menegaskan tidak ada konsekwensi hukum jika kita berani menolak money politik. Justru kita harus berani memilih pemimpin yang bersih, amanah dan sesuai dengan hati nurani.
Agus Sudirman, Komisioner Bawaslu Balikpapan ketika berdialog dengan mahasiswa meminta semua pihak termasuk mahasiswa untuk mengawal Pilwali Balikpapan agar bebas dari perbuatan money politik.
Dalam keterangannya kepada media sebelum ini, Ketua Bawaslu Balikpapan Wasanti mengatakan, pihaknya membuka posko pengaduan yang beroperasi 24 jam.
“Politik uang atau money politics memang rawan terjadi pada masa tenang sebelum pencoblosan,” katanya seperti diberitakan Kompas.com.
Posko pengaduan dibuka Bawaslu di setiap kecamatan dan Bawaslu siap menerima laporan aduan masyarakat maupun informasi yang diberikan oleh masyarakat. Hanya saja dia minta agar masyarakat memahami mekanisme pengaduan.
Dia mengakui masa tenang bagi Bawaslu adalah masa tidak tenang karena potensi terjadinya politik uang sangat besar.
“Masa tenang menjadi momentum berlangsungnya serangan fajar,” tandasnya.
Ancaman pidana untuk politik uang didasarkan pada UU No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Pada Pasal 187A ayat (1) ditegaskan bahwa setiap orang yang terlibat money politics bisa dipindana penjara. Selanjutnya Pasal 73 ayat (4) disebutkan, pidana penjara diberikan paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Menurut Putut Gunawarman Fitrianta, anggota Bawaslu Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat, sanksi pidana tidak hanya menjerat pelaksana peserta dan atau tim kampanye saja, tetapi seluruhnya termasuk yang menerima.
Berbagai tokoh masyarakat termasuk ustaz dan ulama mengingatkan bahwa perbuatan sogok menyogok atau membeli suara dalam Pilkada termasuk perbuatan yang diharamkan dan membuat pelakunya masuk neraka.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) M Anwar Iskandar menegaskan, umat Islam tidak boleh menerima suap, politik uang dan ikut serta dalam berbuat kecurangan, korupsi, oligarki, dinasti politik dan hal-hal yang terlarang secara syar’i.
“Pilih calon pemimpin yang mampu mengemban tugas amar ma’ruf nahi mungkar yang beriman dan bertaqwa,” tandasnya. (*)